Jakarta, MNP – Program makan bergizi gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah mendapat kritik tajam dari Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) se-Nusantara.
Mereka menilai kebijakan ini boros anggaran, tidak efektif, dan berisiko gagal jika tidak dikelola dengan transparan serta berkelanjutan.
Presidium Nasional BEM PTNU se-Nusantara, Arip Muztabasani, menegaskan bahwa program ini berpotensi menjadi proyek populis tanpa dampak nyata bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menyebutkan bahwa selain rawan korupsi, kebijakan ini juga minim kajian jangka panjang untuk menyelesaikan permasalahan gizi secara berkelanjutan.
Anggaran Jumbo, Risiko Korupsi Tinggi.
Arip Muztabasani menyoroti besarnya anggaran yang dikucurkan untuk program ini, yang menurutnya berpotensi tidak tepat sasaran.
“Pemerintah harus transparan dalam penggunaan anggaran ini. Jangan sampai uang rakyat hanya menguntungkan segelintir elit atau perusahaan besar yang bermain di sektor pengadaan bahan pangan,” ujarnya, Sabtu (08/02/2025).
Menurutnya, tanpa pengawasan ketat, program ini dapat menjadi ladang korupsi dan rawan diselewengkan. Mekanisme pengadaan bahan makanan yang tidak transparan juga membuka peluang bagi praktik mafia pangan yang merugikan masyarakat.
Kualitas Makanan Dipertanyakan
Selain masalah anggaran, BEM PTNU se-Nusantara juga mempertanyakan kualitas makanan yang diberikan.
Banyak kasus di mana makanan yang didistribusikan hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan nilai gizi yang dibutuhkan anak-anak.
Bahkan, di beberapa daerah, ditemukan makanan yang tidak layak konsumsi, menimbulkan kekhawatiran terkait lemahnya pengawasan.
“Kita ingin pastikan program ini benar-benar memberikan makanan yang bergizi, bukan sekadar nasi bungkus tanpa standar kesehatan yang jelas,” tegas Arip.
Distribusi Bermasalah, Masyarakat Rentan Tetap Sulit Akses
Di lapangan, Arip melihat program ini belum berjalan optimal, terutama di daerah terpencil. Ia menilai sistem distribusi yang belum matang justru menghambat akses bagi kelompok masyarakat miskin yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.
“Kita masih menemukan banyak daerah yang belum tersentuh program ini secara merata. Kalau distribusi saja tidak beres, bagaimana kita bisa bicara soal efektivitasnya?” katanya.
Menghancurkan Usaha Kecil?
BEM PTNU se-Nusantara juga mengkritik dampak negatif program ini terhadap usaha kecil dan petani lokal. Jika pengadaan makanan hanya dikuasai oleh korporasi besar, maka UMKM dan petani kecil akan tersingkir dari rantai pasok pangan.
“Pemerintah seharusnya lebih berpihak pada petani dan UMKM, bukan malah memberi kesempatan pada korporasi besar untuk memonopoli pengadaan bahan pangan,” tegas Arip.
Jangka Pendek dan Tidak Berkelanjutan
Lebih jauh, ia menilai program ini tidak memiliki solusi jangka panjang. Tanpa edukasi gizi dan pemberdayaan ekonomi, program MBG hanya akan menciptakan ketergantungan.
“Kalau anggaran nanti habis, apa yang akan terjadi? Anak-anak ini kembali ke pola makan yang sama buruknya. Harus ada kebijakan yang lebih mendasar, bukan sekadar bantuan sementara,” ujarnya.
Saran dan Masukan dari BEM PTNU se-Nusantara
Sebagai solusi, BEM PTNU se-Nusantara memberikan sejumlah rekomendasi agar program MBG lebih efektif dan transparan:
– Transparansi Anggaran dan Pengadaan
Pemerintah harus membuka data anggaran secara publik dan memastikan mekanisme pengadaan bahan makanan dilakukan secara transparan.
– Lembaga independen harus dilibatkan dalam pengawasan program untuk mencegah potensi penyimpangan.
– Peningkatan Kualitas Gizi dan Pengawasan
Pemerintah harus memastikan makanan yang disediakan memenuhi standar gizi yang benar-benar bermanfaat bagi anak-anak.
– Pengawasan harus diperketat agar tidak ada makanan yang tidak layak konsumsi masuk dalam program ini.
– Distribusi yang Merata dan Tepat Sasaran
Memastikan program ini menjangkau daerah terpencil dengan sistem distribusi yang lebih baik.
– Pemerintah daerah harus dilibatkan secara aktif dalam pelaksanaan agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
– Memberdayakan UMKM dan Petani Lokal
Mengutamakan pengadaan bahan makanan dari petani kecil dan UMKM lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
– Menciptakan sistem rantai pasok yang adil dan tidak hanya menguntungkan korporasi besar.
– Program Berkelanjutan, Bukan Sekadar Bantuan Sementara
Menggabungkan program ini dengan edukasi gizi di sekolah dan masyarakat agar masyarakat lebih mandiri dalam menjaga pola makan sehat.
– Mengembangkan kebijakan pendukung, seperti bantuan bagi keluarga miskin untuk meningkatkan ketahanan pangan mereka sendiri.
BEM PTNU se-Nusantara menegaskan bahwa tanpa perbaikan fundamental, program makan bergizi gratis berisiko menjadi proyek gagal yang hanya membebani keuangan negara tanpa memberikan manfaat nyata bagi rakyat.
“Kami tidak menolak program ini, tapi kami ingin pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar berpihak pada rakyat, bukan sekadar proyek politik yang tidak jelas keberlanjutannya,” pungkas Arip Muztabasani.
Penulis : Alex
Editor : Redi Setiawan