Potret Jakarta – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut penunjukkan itu tidak sesuai dengan semangat dan amanat reformasi. “Kalau tidak segera dicegah, ini bisa memberikan semacam peluang kepada TNI/Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil,” kata dia, kemarin.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai penunjukkan Andi menjadi Pj kepala daerah merupakan bentuk dari “Dwifungsi TNI” dan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengkhianati profesionalisme TNI. “Terlebih melanggar prinsip demokrasi,” ujar Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mewakili koalisi.
Isnur mengingatkan, Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 telah mengatur secara tegas bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa. Kemudian Pasal 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya bahwa anggota TNI aktif terpisah dari institusi sipil negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Koalisi menilai bahwa penunjukkan Brigjen TNI Andi Chandra merupakan pelanggaran terhadap Tugas Pokok dan Fungsi TNI sebagaimana diatur dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI yang secara tegas diatur dalam pasal 47 ayat (1) UU 34/2004 bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan kepala daerah merupakan jabatan sipil yang pada dasarnya hanya dapat ditempati oleh sipil.
“Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dalam hal ini melalui Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj Bupati,” demikian keterangan resmi koalisi.
Mewakili pihak pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengklaim penempatan perwira tinggi (pati) TNI aktif sebagai penjabat kepala daerah tidak salah dan diperbolehkan secara hukum. “Soal penempatan TNI sebagai penjabat kepala daerah, itu oleh undang-undang, peraturan pemerintah, maupun oleh vonis MK (Mahkamah Konstitusi) itu dibenarkan,” kata Mahfud lewat tayangan video, Rabu lalu.
Dia menjelaskan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa anggota TNI tidak boleh bekerja di luar institusi TNI, kecuali di 10 institusi kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) seperti di Kemenkopolhukam, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Dan itu boleh TNI bekerja di sana,” tuturnya.
Penempatan anggota aktif TNI maupun Polri sebagai penjabat kepala daerah, lanjut Mahfud, juga diperkuat oleh UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di Pasal 27 UU ASN itu disebutkan bahwa anggota TNI dan Polri boleh masuk ke birokrasi sipil, selama diberi jabatan struktural yang setara dengan tugasnya.
“Kemudian ini disusul oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017, dimana di situ disebutkan TNI, Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberi jabatan struktural yang setara,” jelasnya.
Mantan ketua MK itu juga mengomentari perihal vonis MK yang sering disalahpahami dalam merespons penempatan anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah. Vonis MK itu, menurut Mahfud, menyebutkan dua hal. Anggota TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, kecuali pada 10 institusi kementerian yang selama ini sudah ada.
“Lalu, kata MK, sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh, ya boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah Putusan MK Nomor 15, yang banyak dipersoalan orang tuh, (Peraturan MK) Nomor 15 (Tahun) 2022 itu. Coba dibaca keputusannya dengan jernih,” kata dia.
Dia mengatakan Pemerintah telah empat kali menunjuk anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah. “Pada 2017, kami menggunakan ini, (kemudian) 2018, yang terbanyak itu 2020. Itu banyak sekali. Ini sudah jalan dan aturan-aturannya sudah ada,” ujarnya.
“Rekam jejak, kompetensi, dan kapasitas Brigjen Andi Chandra dalam mendeteksi menangani serta mereduksi konflik seperti Itu sudah terbukti dari pengalaman beliau selaku pejabat Kabinda Sulawesi Tengah yang juga termasuk merupakan wilayah konflik,” tuturnya, Senin, 30 Mei 2022.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi, menilai pengangkatan tentara aktif menjadi penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku, muncul karena aturan yang kurang tegas dan ketat. Sebab, pihak yang menolak dan mendukung dinilai memiliki argumentasi legal-politik yang sama-sama kuat.
“Untuk menghentikan polemik terkait, butuh aturan yang ketat dan tegas,” kata Muradi dalam keterangannya, Kamis, 26 Mei 2022.
Kemendagri diminta membuat aturan teknis penunjukkan Pj Kepala Daerah seperti yang diamanatkan Mahkamah Konstitusi demi menjamin berlangsungnya proses yang demokratis sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021. (Net)