Tasikmalaya, MNP – Kasus perdata sengketa rumah yang melibatkan mertua inisial RS (penggugat, red) dan menantu inisial IF (tergugat, red) di Kota Tasikmalaya seperti bola panas yang memunculkan masalah baru.
Pihak tergugat menuding ada indikasi tindak pidana korupsi karena iming iming sayembara senilai Rp 250 juta bagi siapa saja yang bisa mendamaikan perkara sengketa rumah.
Pihak Kuasa Hukum tergugat, Taufiq Rahman menyebut, pihaknya melihat dalam perkara ini ada indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ingat loh, memberi janji-janji kepada hakim dengan sayembara senilai Rp 250 juta itu indikasi,” kata Taufik Rahman kepada wartawan pasca sidang kedua di Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Kamis (11/01/2024).
Lantaran itu, demi menjaga kehormatan dan martabat pengadilan, pihak tergugat sudah menyampaikan memilih untuk dilakukan ke pokok perkara.
“Bahkan pemberitaan diduga adanya tindakan korupsi tersebut diberitakan oleh salah satu media online,” jelas Taufik Rahman.
Menanggapi itu, Asep Iwan Restiawan selalu pihak kuasa hukum dari penggugat angkat bicara. Dia mengatakan, pernyataan yang disampaikan oleh kuasa hukum tergugat itu sudah keluar dari pokok perkara.
Menurutnya, banyak spekulasi statement dan pemberitaan yang melebar dari pokok perkara antara lain yang paling kencang sekarang adalah adanya Contemp of court.
Asep Iwan Restiawan menegaskan, pernyataan kliennya itu disampaikan kepada khalayak umum, bisa dilihat banyak pemberitaan-pemberitaan tentang hal itu.
“Dan itu dilakukan oleh klien kami sejak sebelum kami menjadi kuasa hukum pun hal itu sudah dilakukan,” ungkap Asep di ruang kerjanya Jum’at (12/01/2024).
Dirinya membeberkan alasan kliennya melakukan sayembara tersebut hanya untuk berdamai dengan pihak keluarganya.
Asep menerangkan, sayembara itu karena saking inginnya kliennya berdamai dengan keluarganya, pasalnya buat kliennya tersebut uang Rp 250 juta tidak ada apa-apanya untuk bisa berdamai.
“Memang benar, (sayembara, red) tersebut disampaikan di persidangan, tapi tujuannya bukan untuk pengadilan hanya saja klien kami menyampaikan di ruang sidang bahwa klien kami sudah membuat sayembara siapapun yang bisa mendamaikan mau ngasih Rp 250 juta,” ucapnya.
Asep pun tidak keberatan jika oleh kuasa hukum tergugat dianggap sebagai Contemp of Court, kemudian disebut ada dugaan tindak pidana korupsi.
“Sebagai kuasa hukum penggugat, saya mempersilahkan bahkan memberikan waktu seluas luasnya untuk membuktikan hal tersebut. Ditunggu laporannya, bahkan sampai vonis pengadilan,” cetusnya.
Asep ingin menyatakan mempersilahkan, meluangkan waktu yang seluas-luasnya memberi kesempatan, bahkan dirinya akan sangat senang sekali apabila kuasa hukum dari tergugat bisa membuktikan bahwa itu adalah suatu tindak pidana korupsi.
“Jangan hanya sampai laporan polisi tapi sampai disidangkan sampai vonis bawah itu adalah sebuah tindak pidana korupsi. Saya sangat senang sekali apabila kuasa hukum tergugat mau memproses ini secara hukum menuduh Contemp of Court tentang apa yang dilakukan oleh klien kami,” tandasnya.
Penulis : Alex
Editor : Redi Setiawan