Tasikmalaya, MNP – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah pusat kembali menuai kritik.
Angga Yogaswara, anggota DPRD dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Tasikmalaya menilai program ini justru berpotensi mematikan pedagang kecil.
Pasalnya dengan adanya program MBG ini, khususnya pelaku usaha mikro yang selama ini menggantungkan hidup dari berjualan makanan di sekitar sekolah minus pendapatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, meskipun tujuan utama MBG adalah mulia—yaitu meningkatkan asupan gizi pelajar di seluruh Indonesia—namun implementasinya belum menyentuh aspek pemerataan dan justru menimbulkan efek samping negatif.
Banyak pedagang kecil yang biasanya menjual makanan ringan dan sarapan kepada siswa kini kehilangan pembeli karena distribusi makanan gratis difokuskan melalui mekanisme tertentu yang tidak melibatkan mereka.
“Program ini sesungguhnya membunuh pedagang kecil. Mereka kehilangan pemasukan harian karena siswa sudah disediakan makan gratis. Padahal, usaha kecil ini menjadi tulang punggung ekonomi keluarga,” tegas Angga saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (22/9/2025).
Ia menambahkan, ketimbang digulirkan secara besar-besaran dalam bentuk makanan gratis, alokasi anggaran MBG lebih baik dialihkan untuk subsidi kebutuhan dasar lain yang lebih mendesak, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan pupuk.
Menurut Angga, hal ini akan memberi dampak lebih luas bagi masyarakat, terutama petani dan sektor transportasi yang sedang menanggung beban berat akibat kenaikan harga.
“Jika pemerintah ingin benar-benar meringankan beban masyarakat, subsidi BBM dan pupuk jauh lebih strategis. Dengan begitu, harga kebutuhan pokok bisa terkendali dan daya beli masyarakat tetap terjaga,” ujarnya.
Lebih jauh, Angga juga menyoroti aspek pemerataan dalam pelaksanaan MBG. Ia menyebut banyak anak-anak yang justru tidak terjangkau oleh program ini.
Misalnya, anak-anak putus sekolah, anak jalanan, maupun kelompok rentan lain yang tidak masuk dalam sasaran distribusi MBG.
“Banyak anak di luar sekolah yang tidak tersentuh program ini. Contohnya anak jalanan, bahkan ada komunitas seperti manusia silver yang jelas-jelas masih anak-anak, namun mereka tidak mendapatkan MBG. Jadi, di mana letak keadilan dan pemerataannya?” katanya.
Atas dasar itu, Angga menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh dari pemerintah pusat. Ia mendesak agar program MBG tidak hanya berorientasi pada pencitraan politik atau seremonial semata, melainkan benar-benar menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Evaluasi itu, menurutnya, harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari DPR, pemerintah daerah, hingga pelaku usaha kecil yang terdampak langsung.
“Evaluasi menyeluruh itu mendesak dilakukan. Jangan sampai niat baik justru menimbulkan masalah baru. Pedagang kecil harus dilibatkan, anak-anak jalanan jangan ditinggalkan, dan anggaran negara harus digunakan seefektif mungkin,” pungkasnya.
Sejauh ini, pemerintah pusat masih terus menjalankan program MBG dengan target menjangkau jutaan pelajar di seluruh Indonesia.
Namun, kritik dari berbagai kalangan, termasuk legislator daerah seperti Angga Yogaswara, menjadi catatan penting agar pelaksanaan program ini benar-benar sesuai harapan dan tidak menimbulkan ketidakadilan baru di tengah masyarakat.
Penulis : SN
Editor : Redi Setiawan