Indragiri Hulu, MNP – Mobil pengangkut minyak jenis bayat terlihat melintasi Jalan Lintas Timur dari Provinsi Sumatera Selatan menuju Dumai Provinsi Riau.
Keberadaan kendaraan-kendaraan tersebut menarik perhatian awak media yang sedang melintas di jalur tersebut, terutama satu unit mobil PS HDL yang tampak mencurigakan.
Pasalnya, kendaraan bernopol BH 8592 BD tersebut terparkir cukup lama di sebuah rumah makan Jalan Lintas Timur, tepatnya Talang Jerinjing Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu provinsi Riau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat dihampiri, sopir mobil tersebut segera keluar dan menemui awak media. Ketika dikonfirmasi, sang sopir mengaku bahwa kendaraan tersebut bermuatan sekitar 10 ton minyak bayat yang dimuat dari wilayah Banyuasin, Sumatera Selatan.
“Ini milik ILH, bang. Muat 10 ton minyak bayat, dari Banyu Asin, Sumsel tapi bukan bos ILH saja yang main seperti ini macam ini, banyak seperti ll yd, dan ada lagi yang lain kalau saya supir aja mas satu mobil nya Rp 7.000.000 itu kotor mas,” ujar sang sopir kepada awak media, Senin (21/07/2025).
Saat itu awak media konfirmasi sama Fi selaku kordinator dilapangan melalui via WhatsApp membenarkan bahwa minyak bayat tersebut betul milik ILH.
Menanggapi itu, Ketua IWO Rudi W Purba angkat bicara terkait legalitas pengangkutan minyak bayat dari Sumsel tujuan akhirnya di wilayah Dumai.
Namun, pergerakan armada dalam jumlah besar seperti ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai distribusi dan pengawasan.
“Saya meminta kepada Kapolri untuk menindak pelaku mafia minyak ilegal bebas melintas dijalan lintas timur karena aktivitas mafia minyak ilegal,” tegas Rudi.
Sanksi pidana bagi mafia minyak ilegal di Indonesia dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam peraturan perundang-undangan tergantung pada bentuk pelanggaran yang dilakukan.
Berikut beberapa ketentuan hukum yang biasa digunakan untuk menjerat pelaku mafia minyak ilegal:
1. Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas)
Pasal 53 : Barang siapa melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tanpa izin usaha (izin usaha hilir maupun hulu), dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 40 miliar
Pasal 54 : Jika kegiatan itu dilakukan oleh korporasi (perusahaan), maka pidana bisa dikenakan kepada pengurusnya dan denda dapat dilipatgandakan.
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dan KUHP (untuk pidana umum).
Jika mafia minyak ilegal terlibat dalam Pemalsuan dokumen, Penyelundupan (ilegal ekspor/impor BBM), Penggelapan (Pasal 372 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP).
Mereka dapat dikenakan sanksi pidana tambahan dengan ancaman penjara hingga 4–6 tahun, tergantung pasalnya.
3. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Jika hasil dari penjualan minyak ilegal digunakan untuk menyamarkan kekayaan: UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun, denda hingga Rp 10 miliar
4. Pasal dalam UU Perlindungan Konsumen (jika merugikan konsumen)
Jika minyak oplosan atau tidak sesuai standar dijual ke publik: Bisa dijerat UU No. 8 Tahun 1999 dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun, denda hingga Rp 2 miliar.
Di beberapa kasus, mafia minyak ilegal juga menggunakan jaringan aparat atau oknum pejabat, sehingga bisa dijerat dengan:
UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jika ada suap atau gratifikasi.
Pasal 55 KUHP untuk pelaku bersama-sama atau yang membantu kejahatan.
Jika kamu ingin analisis hukum terhadap suatu kasus spesifik (misalnya kasus Pertamina atau mafia solar), aku bisa bantu rincikan dengan pasal dan kronologi hukumnya.
Penulis : Jun
Editor : Redi Setiawan