Disusun oleh Sultan Pk VIII
Adanya kepentingan kedua hukum ini mungkin saja berbeda, dan menjadi perdebatan. Sehingga muncul pertanyaan apakah antara hukum internasional dan hukum nasional merupakan satu kesatuan hukum atau terpisah satu sama lain.
Terhadap permasalahan tersebut, dalam mengadopsi hukum internasional, dikenal dua aliran besar yang mencoba mendefinisikan kedudukan hukum internasional dan hukum nasinal, yaitu Monoisme dan Dualisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Monoisme? merupakan keadaan dimana hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian yang saling berkaitan dengan satu sistem hukum pada umumnya. Berdasarkan teori, monoisme memiliki dua primat yang berlaku, yaitu primat hukum nasional dan primat hukum internasional.
Menurut aliran monoisme dengan primat hukum nasional, menganggap bahwa hukum internasional itu bersumber kepada hukum nasional. Alasan utama pada anggapan ini karena tidak ada satu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara di dunia.
Selain itu dasar hukum internasional yang mengatur hubungan internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian internasional.
Selanjutnya? aliran monoisme dengan primat hukum internasional, yang menganggap bahwa kedaulatan negara tidak melebihi batas-batas internasional, sehingga hukum nasional dianggap memiliki hierarki yang lebih rendah dan tunduk kepada hukum internasional.
Pada primat ini menganut pandangan bahwa hukum internasional harus diutamakan bila terjadi konflik hukum internasional dan hukum nasional.
Sedangkan Aliran hukum dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumberkan pada kemauan negara. Pada aliran ini hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua system atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya.
Akibatnya timbul pandangan bahwa kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangakat hukum yang lain.
Akibatnya, ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional.
Jika terjadi benturan antara hukum internasional dan hukum nasional, negara yang menganut aliran dualisme cenderung mengabaikan hukum internasional.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Dalam konteks Indonesia,? masih terdapat ketidaktegasan apakah Indonesia menganut aliran monoisme atau dualisme.
Sejauh ini saya menganggap bahwa Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu inkorporasi (monoisme) untuk perjanjian-perjanjian internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara eksternal.
Akan tetapi menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun, apabila ditinjau lebih jauh melalui Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut aliran dualisme dimana perlu dilakukan transformasi hukum? internasional ke dalam produk hukum nasional.
Apakah perjanjian internasional perlu diberlakukan di Indonesia atau tidak agar sesuai dengan norma-norma yang terkandung dalam sistem hukum Indonesia.
Hal penting yang dapat dijadikan pedoman dalam seleksi pemberlakuan hukum internasional diantaranya adalah mempertimbangkan faktor:
Pertama, kesesuaian dengan nilai dalam
ideologi Pancasila dan UUD 1945; Kedua, pertimbangan kedaulatan bangsa agar tidak sampai merugikan kedudukan bangsa Indonesia; Ketiga, kesesuaian dengan nilai keagamaan yang dianut oleh bangsa Indonesia; Keempat, kesesuaian dengan politik Indonesia yang bebas dan aktif;
Kelima, kesesuaian dengan nilai ekonomi bangsa Indonesia yang bersifat kerakyatan; Keenam, kesesuaian dengan nilai sosial dan budaya Indonesia yang berbhineka tunggal ika; Ketujuh, pemetaan keuntungan dan kerugian terhadap masing-masing perjanjian
internasional; Serta mempertimbangkan perlindungan warga negara, dan biaya yang harus diperhitungkan.
Sebagai contoh atau alat penekan. Sebagai alat penekan, dalam hal ini hukum internasional dipakai sebagai penekan suatu negara untuk mengikuti kebijaksanaannya.
Sebagai contoh Amerika Serikat dan Inggris menekan Irak sebelum Irak diserang, dengan dalih agar Irak membuka kerahasiaan tentang senjata nuklir yang dipunyai oleh Irak.
Dalam suasana hukum internasional maka hubungan yang tetap antara negara satu dengan negara lainnya selalu didasarkan pada kepentingan negaranya (national interest).
Dalam sistem hukum internasional maka suatu negara dalam memperjuangkan kepentingan negaranya sering berhadapan dengan kepentingan negara lain. Tindakan negara tersebut dapat menimbulkan kerugian baik langsung atau tidak langsung.
Dalam hal tindakan negara tersebut merugikan negara lain maka tindakan tersebut mungkin tindakan yang melawan hukum internasional. Sehingga dari segi hukum internasional negara yang melanggar hukum internasional dapat dituntut berdasarkan pertanggung jawaban negara (state resposibilty).
Dalam hal ini lalu timbul persoalan lain jika negara yang melanggar akan dijatuhi sanksi, sanksi apakah yang akan dijatuhkan. Apapun bentuk sanksi yang dijatuhkan dalam rangka penegakan hukum internasional akan mengandung unsur paksaan namun paksaan dalam rangka menegakkan hukum internasional itu tetap harus dalam kewajaran.
Biasanya antara anggota masyarakat internasional dalam mencari penyelesaian sengketanya juga dapat melalui jalur pendekatan secara politis. Pendekatan secara politis ini dapat dilakukan dengan melalui jalur diplomatik yang biasa dilakukan.
Dalam hal ini kedua belah dapat menggunakan situasi politik masyarakat internasional. Di sinilah hubungan internasional diperlukan.
Karena hubungan internasional yang meninjau hubungan internasional dari segi power politic ini sangat besar pengaruhnya dalam hukum internasional.
Kita tidak akan dapat mengerti mengapa suatu norma hukum internasional, misalkan piagam PBB dalam Pasal 23 Piagam PBB yang mengatur tentang keanggotaan Dewan Keamanan diatur bahwa lima negara (Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, Prancis, dan China) sebagai anggota tetap Dewan Keamanan dan mempunyai hak veto. Untuk bisa mengerti norma tersebut kita harus melihat sejarah dan kekuatan politik dunia pada saat Piagam PBB dibuat.
Salah satu konsep penting dalam hubungan internasional adalah konsep kekuatan (power). Dalam hubungan internasional kekuatan berarti tingkat sumber, kemampuan dan pengaruh dalam hubungan internasional. Biasanya kekuatan dibagi dalam menjadi hard power dan soft power.
Hard power berarti kekuatan yang berhubungan dengan penggunaan kekuatan (use of force), sedangkan soft power biasanya mencakup pengaruh ekonomi, diplomasi, dan budaya. Di samping itu, ada alat-alat sistemik hubungan internasional (systemic tools of internationl relation) yang terdiri atas:
a. Diplomasi
b. Sanksi
c. Perang
d. Mobilisasi kecaman
Dalam sistem PBB maka penggunaan kekerasan dilarang [Pasal 2 (4) Piagam PBB] mengenai ketentuan pasal ini maka ada perbedaan penafsiran negara maju menafsirkan bahwa yang dilarang adalah larangan penggunaan kekerasan dengan menggunakan kekuatan militer.
Sedangkan bagi negara berkembang pasal ini ditafsirkan bahwa penggunaan kekuatan dalam arti luas tidak hanya militer tetapi juga penggunaan kekuatan ekonomi.
Hukum internasional dapat dimanfaatkan sebagai instrumen politik. Menurut Hikmahanto Juwana maka ada tiga keadaan di mana hukum internasional dapat dimanfaatkan sebagai instrumen politik, yaitu:
a. Sebagai pengubah konsep
Sebagai pengubah konsep, hukum internasional karena terutama dibentuk oleh negara-negara maka negara dapat memperkenalkan konsep, kaidah ataupun asas baru. Konsep baru ini biasanya diajukan oleh suatu negara dalam konferensi internasional.
Bila konsep baru ini disetujui oleh para peserta perjanjian dapat dituangkan dalam kesepakatan yang berupa perjanjian internasional. Sebagai contoh konsep Wawasan Nusantara yang diajukan oleh pemerintah Indonesia dalam Konvensi Hukum Laut III (tahun 1982).
b. Sebagai sarana intervensi domestik
Hukum internasional dipakai sebagai sarana intervensi urusan domestik. Dalam hal ini hukum internasional dipakai sebagai instrumen politik untuk turut campur urusan domestik negara lain tanpa dianggap sebagai pelanggaran.
Sebagai contoh perang saudara di Libya saat ini (tahun 2011). Negara-negara Prancis, Amerika Serikat, Inggris dengan berlindung di bawah Resolusi Dewan Keamanan yang menetapkan zona larangan terbang di Lybia menyerang tentara yang pro Khadafi.
Serangan mana kemudian diubah di bawah komando NATO. Dalih dari serangan tersebut adalah untuk melindungi penduduk sipil,namun sebenarnya ada kepentingan negara-negara tersebut atas eksplorasi minyak di Libya.