Tasikmalaya, MNP – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pendekar Kawah Galunggung Indonesia Kota Tasikmalaya menyatakan keberatannya atas proses lelang tanah dan bangunan milik Hotel Wisma Dewi.
Pasalnya, diduga dilakukan secara ceroboh dan cacat prosedural oleh pihak Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Sebagai penerima kuasa dari pihak ahli waris, LBH Pendekar Kawah Galunggung akan melayangkan surat permohonan audiensi kepada Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya untuk membahas persoalan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut keterangan Hartoni, Ketua Umum LBH Pendekar Kawah Galunggung, menyebut bahwa tindakan lelang oleh KPKNL terindikasi melanggar hukum karena objek lelang masih dalam status sengketa hukum.
“Kami menduga KPKNL telah ceroboh dan melanggar prosedur dalam proses lelang ini. Tanah dan bangunan Hotel Wisma Dewi belum selesai status hukumnya, tapi dipaksakan untuk dilelang,” tegas Hartoni, Jumat (18/07/1025).
Usep Rinaldi, SH., CPM, dari tim kuasa hukum juga menjelaskan, akar persoalan bermula dari akta jual beli (AJB) yang diterbitkan oleh notaris tanpa kehadiran dan tanda tangan semua ahli waris.
“Selain itu, tidak terdapat bukti kwitansi pelunasan dari pembeli pertama atas nama Rudi Ramdani, yang namanya dipakai dalam proses akad kredit dengan Bank BNI,” terang Usep.
Lebih lanjut, proses lelang yang dipaksakan oleh KPKNL dinilai tidak sesuai prosedur karena objek yang dilelang masih berstatus sengketa.
“Belum ada pemberitahuan resmi kepada Rudi Ramdani sebagai pihak yang terkait dalam agunan tersebut,” tegas Usep.
Dudy Hermady, SE, salah satu ahli waris, menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah ikut menandatangani dokumen di notaris, karena saat itu sedang berada di Bandung.
“Saya tidak pernah tanda tangan akta jual beli. Yang ke notaris hanya adik saya, Gandhy Nataprawira, bersama orang tua kami,” kata Dudy.
Gandhy Nataprawira pun membenarkan bahwa saat itu hanya dirinya yang datang ke notaris. Bahkan menurutnya, tidak ada kwitansi pelunasan dari pihak pembeli sebagai bukti pembayaran sah.
Sementara itu, Rudi Ramdani, yang namanya digunakan dalam proses kredit, mengungkapkan bahwa dirinya hanya “dipinjam nama” oleh kakak iparnya, Tantan Wijaya, untuk pengajuan kredit ke Bank BNI. Rudi mengaku tidak terlalu memahami detail jual beli Hotel Wisma Dewi.
“Yang tahu prosesnya itu kakak ipar saya dan almarhum Drs. H. Iyon Suryono AK, bersama para ahli waris. Saya hanya tahu kalau dulu hotel itu dibeli sekitar Rp4,5 miliar, dan nama saya serta CV. Veran Textile digunakan untuk jaminan,” ungkap Rudi.
Dia menambahkan, bahwa pada 6 Juni 2018, di hadapan Notaris Mulyadi Siradz, SH, dirinya menyatakan belum melunasi pembayaran atas Hotel Wisma Dewi.
“Dulu memang saya belum melunasi pembayaran karena bukan saya pembelinya secara langsung, tapi nama saya yang digunakan. Sisanya sekitar Rp2 miliar belum dibayar hingga kini,” katanya.
LBH Pendekar Kawah Galunggung bersama Forum Baraya Singaparna Raya (BSR) yang diwakili oleh Andri Pele, menegaskan akan terus memperjuangkan keadilan bagi para ahli waris dan masyarakat yang merasa dirugikan.
“Kami akan kirim surat audiensi ke DPRD Komisi II Kabupaten Tasikmalaya sebagai bentuk pembelaan terhadap rakyat yang dizalimi oleh proses lelang yang tidak sah dan tidak kondusif,” tegas Hartoni dalam pernyataannya.
Penulis : DK
Editor : Redi Setiawan