Tasikmalaya, MNP – Kasus membingungkan menimpa seorang warga Tasikmalaya, Cici Ratna Sari (33). Meski masih hidup, perempuan kelahiran Tasikmalaya itu tercatat sudah meninggal dunia dalam dokumen resmi negara.
Namun belakangan muncul dugaan, akta kematian tersebut dibuat untuk kepentingan suami Cici yang ingin menikah lagi.
Dalam catatan Disdukcapil Kabupaten Malang, nama Cici tercatat dalam Akta Kematian Nomor 3507-KM-15122020-0045 dengan tanggal kematian 20 Oktober 2011. Padahal setelah itu, Cici masih aktif membuat KTP elektronik di Disdukcapil Tasikmalaya pada 2013 dan 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini jelas merugikan saya. Saya masih hidup, tapi ada akta resmi yang menyebut saya meninggal,” kata Cici kepada wartawan, Jumat (19/09/2025).
Informasi yang dihimpun, penerbitan akta kematian tersebut diduga berhubungan dengan suami Cici. Ia disebut ingin menikah lagi, namun terhalang status perkawinan.
Akta kematian diduga dijadikan jalan pintas agar pernikahan baru bisa dilangsungkan tanpa proses perceraian.
Cici mengaku kaget saat mengetahui dirinya ‘dimatikan’ dalam sistem negara. “Kalau betul ini ulah suami, itu kejam sekali. Saya masih hidup, tapi di atas kertas saya sudah tiada,” ucapnya.
Pakar hukum administrasi menilai kasus ini tidak bisa dianggap sepele. Dalam UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, memberikan keterangan palsu dalam dokumen resmi bisa dijerat pidana penjara 6 tahun dan/atau denda Rp75 juta.
Jika terbukti ada unsur kesengajaan dari pihak keluarga, aparat bisa menindak tegas. Termasuk menelusuri kemungkinan adanya kelalaian atau keterlibatan oknum pegawai Disdukcapil yang menerbitkan akta kematian tersebut.
Cici kini tengah berupaya meluruskan statusnya. Ia sudah melapor ke Disdukcapil Tasikmalaya serta menyampaikan keluhan ke DPC PWRI Kota Tasikmalaya.
Selain itu, ia berencana menggugat ke Pengadilan Negeri Tasikmalaya untuk membatalkan akta kematian yang terbit di Malang.
“Kalau tidak segera dicabut, saya bisa kesulitan mengakses hak-hak saya, mulai dari layanan publik, perbankan, sampai hak pilih,” ujarnya.
Kasus ini membuat publik heboh. Warga berharap pemerintah, khususnya Disdukcapil Malang dan Kementerian Dalam Negeri, segera turun tangan memberi klarifikasi.
Apalagi, dugaan adanya motif pribadi dari pihak suami menambah sorotan tajam terhadap lemahnya sistem administrasi kependudukan.
Penulis : SN
Editor : Redi Setiawan