Tasikmalaya, MNP — Pemerintah Kota melalui Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) menggelar kegiatan Refleksi Milangkala ke 24 yang berlangsung khidmat di lantai 3 Kantor Bappelitbangda, Jumat (31/10/2025).
Acara yang dikemas dalam suasana religius dan bernuansa budaya Sunda ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari budayawan, tokoh masyarakat, akademisi, hingga perwakilan paguron (perguruan) kesundaan se-Kota Tasikmalaya.
Turut hadir Ketua Dewan Kebudayaan Kota Tasikmalaya Kang Diki Zurkarnaen, Wakil Wali Kota Tasikmalaya, mantan Sekretaris Daerah Ipan Diksan, serta sejumlah pejabat dan tamu undangan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan refleksi ini menjadi bentuk tasyakur atau ungkapan rasa syukur atas perjalanan 24 tahun berdirinya Kota Tasikmalaya sejak resmi memisahkan diri dari Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2001.
Rangkaian acara diawali dengan tawasul, sebagai doa bersama untuk para pendiri dan tokoh yang telah berjasa membangun Tasikmalaya.
Dalam sambutannya, Kang Diki Zurkarnaen menegaskan bahwa momen milangkala tidak seharusnya hanya diisi dengan perayaan seremonial, tetapi juga menjadi refleksi jati diri dan nilai budaya masyarakat Tasikmalaya.
“Refleksi ini adalah cara kita mengingat kembali akar budaya dan perjuangan membangun kota. Tasikmalaya bukan hanya tentang pembangunan fisik, tapi juga tentang membangun rasa, nilai, dan karakter warganya,” ujar Kang Diki.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tasikmalaya Dicky Chandra dalam kesempatan yang sama menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, budayawan, dan masyarakat dalam menjaga kesinambungan pembangunan yang berkeadaban.
“Kita ingin pembangunan yang tidak hanya menghasilkan bangunan megah, tetapi juga memperkuat kepribadian dan karakter Tasikmalaya sebagai kota santri dan kota kreatif berbasis budaya,” tuturnya.
Suasana acara berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan. Para tamu terlibat dalam dialog ringan mengenai perjalanan sejarah Tasikmalaya, tantangan sosial-budaya masa kini, serta arah pembangunan ke depan yang selaras dengan nilai-nilai lokal.
Rangkaian kegiatan juga diisi dengan pentas seni tradisional, pasamoah (saling memberi penghormatan antartokoh budaya), serta musapahah (saling bersalaman dan memohon maaf) sebagai simbol kekompakan dan keharmonisan masyarakat Tasikmalaya.
Melalui kegiatan reflektif ini, pemerintah dan masyarakat diajak untuk menata langkah ke depan dengan kesadaran historis dan spiritual, agar Tasikmalaya tidak kehilangan ruh budayanya di tengah arus modernisasi.
Dengan semangat kebersamaan, Refleksi Milangkala ke-24 menjadi pengingat bahwa pembangunan sejati adalah ketika kemajuan fisik berjalan seiring dengan pelestarian nilai-nilai budaya dan moralitas masyarakat.
Tasikmalaya pun diharapkan terus tumbuh menjadi kota yang religius, berbudaya, dan berdaya saing tinggi, tanpa kehilangan identitas Sundanya.
![]()
Penulis : SN
Editor : Redi Setiawan






